Reflecting on FESIM Vision:
A story made from bee hoon and fishcake
Cerita ini terjadi tahun 2005. Adalah seorang freshman undergrad yang terlihat cupu dan polos, namun sebenarnya tidak peduli dengan orang-orang di sekitar, menganggap diri sebagai salah seorang yang diatas rata-rata dengan latar belakang yang dia miliki, dan apathetic terhadap keberadaan Tuhan. Bisa dibilang dia seorang yang besar kepala, atau kalau dalam bahasa daerah saya, gedhe ndhase.
Kenapa dia bisa memutuskan untuk ikut persekutuan ISCF dia kurang ingat. Mungkin karena pada saat extracurricular-fair ISCF membuka booth, dia mendaftarkan diri supaya saya tidak merasa bersalah jika tidak mempunyai kegiatan rohani. Orang bilang, hidup bisa berbelok tajam hanya karena pilihan-pilihan kecil. Mungkin ini ada benarnya.
So there he was, duduk di antara orang-orang yang sebagian besar tidak dikenal, ikut dalam persekutuan welcome tea freshmen di ISCF. Puji-pujian dinyanyikan, games-games (yang waktu itu menurut dia sangat konyol) dimainkan, kenalan dengan senior-senior…
…Dan akhirnya bagian presentasi tentang ISCF dan FESIM. Di presentasi ini, visi FESIM dituturkan kepada para freshmen disusul dengan penjelasan tentang distinctive gerakan kita dibandingkan dengan gerakan-gerakan yang lain. Semuanya dipresentasikan dengan WAH. Dia mendengarkan dengan seksama…
…Dan sama sekali tidak menganggap itu penting. Tidak ada yang membekas di kepalanya tentang visi dan misi FESIM dari presentasi itu. Ada yang bilang itu karena yang presentasi jelek, well… mungkin. Tapi mungkin juga bukan itu masalahnya.
Bayangkan diri Anda sebagai seorang remaja yang baru mulai kuliah: ‘akhirnya’ bebas dari peraturan-peraturan orang tua tentang jam belajar dan pergi jalan-jalan, ditambah pengalaman bergabung dalam beberapa organisasi sejak SMA. Buat kebanyakan orang seperti ini, visi dan misi adalah omong kosong yang membatasi gerakan dan keberadaannya cuma ada untuk lengkap-lengkapan saja: tidak afdhol kalau organisasi nggak punya pernyataan visi dan misi. It has nothing to do with him, and being the phlegmatic person as he was, he just let it pass.
Saya pikir dia bukan satu-satunya orang yang berpikiran demikian. Nyaris semua dari kita berpikir demikian saat pertama kali mendengarkan visi FESIM kita tercinta (sebenarnya saya ingin menulis semua, tapi supaya lebih diplomatis, saya tulis nyaris semua saja). Jika direnungkan kembali, kita sering ingin menangkap mahasiswa baru ke ISCF dalam kondisi sudah mengerti visi kita. Tapi kenyataannya, tidak semua mahasiswa bisa menangkapnya pada saat pertama kali diperdengarkan.
Fortunately, ceritanya tidak berakhir di situ. Setelah selesai welcome tea calon PKTB-nya datang mendekat sambil membawa dua kotak makanan. Sang CPKTB menawarkan untuk menculik freshman itu demi bisa ngobrol berdua saja. Terbuai dengan iming-iming bee hoon dan fishcake, dia setuju untuk diculik. Sekali lagi, sebuah pilihan kecil yang membawa perubahan yang besar. Bee hoon dan fishcake.
Obrolan panjang mengalir sampai (akhirnya) obrolan mulai menjurus ke hal-hal rohani. Pertanyaan keramatpun keluar: Kalau kamu mati, kamu yakin ngga masuk ke surga? (Berhubung si freshman baru aja dibaptis, dia bisa menjawab dengan bener.) Akhirnya dia ditawari untuk ikut KTB, and being a nice Chinese guy who actually grew up in a Javanese culture, he can’t say no.
Tapi Tuhan memakai itu untuk mengubah hidupnya dan membawa dia mendekat kepada Tuhan. Dia datang ke Singapura tanpa rencana untuk bergereja dengan tetap, akhirnya malah menetap dan melayani di salah satu gereja. Seorang yang dulunya tidak pernah sama sekali bersaat-teduh (bahkan tahu itu apa aja tidak) diajar untuk mulai bersaat teduh sampai sekarang akhirnya bisa merasakan bahwa datang ke hadirat Tuhan secara rutin adalah hal yang sangat penting. Seorang yang bisa melontarkan umpatan-umpatan kasar pada saat sedih dan senang, perlahan-lahan diubahkan.
Tentu saja itu semua merupakan proses yang panjang dan cukup menyakitkan. Ada orang bilang jadi orang Kristen itu tidak membuat masalah kita selesai, malah sebenarnya makin bertambah. Namun dia sekarang menyadari bahwa itu semua berbuah manis. Melihat ke belakang, dia bersyukur diizinkan untuk berubah menjadi lebih baik dan menyadari bahwa ISCF dan KTB memegang peranan yang sangat vital dalam semua itu.
Mungkin kebanyakan dari kita sudah merasakan hal yang sama. Jika belum, saya meyakini dan berharap akan merasakan hal itu nantinya. Perubahan karakter, perubahan cara pandang dan perubahan dependensi. Dari yang dahulu entah apa, menjadi serupa kepada Kristus. Mereka yang start dalam kondisi cukup dewasa, juga menjadi jauh lebih matang. Kita menjadi orang-orang yang rela untuk memikul salib kita masing-masing, dan melihat betapa besar kasih karunia yang Allah berikan kepada kita.
Mendengar cerita seperti ini membuat saya tersadarkan: visi kita ini sesuatu yang masuk akal. Hal yang kerap digembar-gemborkan ini menjadi sesuatu yang relevan bagi kita. Apa yang dulu merupakan omong kosong menjadi sesuatu yang ternyata benar-benar telah mengubahkan hidup seseorang.
Banyak hal yang dipakai Tuhan untuk sewaktu kita masih mahasiswa: studi, KTB, ISCF, gereja dan school activities membentuk suatu dinamika yang unik. Melihat bagaimana shalom Allah itu terwujud dalam skala kecil di dalam persekutuan, akhirnya membuat kita mendambakan shalom yang sama terwujudkan di luar persekutuan. Hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip Firman Tuhan mulai menjadi struggle masing-masing pribadi dan muncul keinginan untuk mengajak orang lain untuk berubah. Tanpa kita sadari, kita menjadi agents of change, meskipun mungkin berawal dalam skala yang kecil.
Efek dari perubahan-perubahan itu masih nyata setelah lulus dari universitas. Dalam dunia kerja, bisa kita lihat bagaimana kesetiaan terhadap Allah menjadi motivator untuk bisa setia dalam pekerjaan-pekerjaan kecil. Kerinduan untuk bisa menjadi garam dan terang kepada rekan sekerja yang belum percaya akhirnya menjadi motivasi untuk menjaga hubungan yang baik dengan mereka.
Tetapi bukankah itu semua adalah visi kita di FESIM? Menumbuhkembangkan pemimpin-pemimpin yang serupa dengan Kristus yang berperan strategis di tengah-tengah kampus, gereja, masyarakat, bangsa dan dunia bagi kemuliaan Allah. Bukankah ini semua buah dari visi itu?
Bayangkan jika kita bisa menangkap mahasiswa-mahasiswa dan membawa mereka kepada Kristus. Mahasiswa yang belum percaya. Mahasiswa yang sudah Kristen namun merupakan Kristen nominal. Mahasiswa yang sudah benar-benar Kristen dan terus bertumbuh.
Bayangkan jika lebih banyak lagi orang-orang yang bisa mengalami hal yang serupa, dan mereka bisa menjadi alat-alat Allah dimana mereka ditempatkan. Di gereja menjadi pelayan-pelayan yang membantu pertumbuhan jemaat yang lain. Di bidang profesi masing-masing menjadi saksi-saksi Kristus dan membawa terang di sektor-sektor yang biasanya dianggap buruk. Di keluarga menjadi orang tua yang membimbing anak-anaknya mendekat kepada Kristus. How wonderful is that?
Saya bukanlah seseorang yang ikut mencetuskan kalimat visi ini, bahkan saya tidak ikut dalam proses evolusi visi kita (pengkalimatan visi ini pernah melewati pergantian, meskipun intinya tetaplah sama). Tetapi saya bisa melihat kenapa visi ini bisa muncul pada mulanya: menjawab panggilan Allah dalam Amanat Agung-Nya, dengan panggilan khusus kepada mahasiswa yang nantinya akan menjadi pemimpin-pemimpin di dunia.
FESIM saat ini sudah melayani sekitar 12 tahun. Kita sudah mulai bisa melihat buah-buah pelayanan kita, terutama dari 3-4 angkatan pertama: berkarya di gereja, keluarga dan pekerjaan masing-masing. Mereka memegang posisi-posisi strategis menurut kehendak Allah. Saudara-saudara, ini baru awalnya dan masih akan ada angkatan lain dari angkatan-angkatan yang kita layani yang akan menyusul di tahun-tahun yang akan datang.
Bayangkan kalau itu semua bisa dipertahankan dan terus menerus dikerjakan dalam waktu yang lama. Bagaimana efeknya terhadap kesaksian pengikut Kristus di dalam masyarakat, bagaimana efeknya terhadap negeri kita Indonesia, bagaimana efeknya dalam dunia kita ini nantinya dalam 10, 20 atau 30 tahun ke depan?
Jarang sekali saya melihat Tuhan mengerjakan sesuatu dan hasilnya terlihat secara instan. Most of the time, Dia dengan sabar bekerja perlahan-lahan, dengan visi yang jelas. Visi kita juga adalah sesuatu yang membutuhkan waktu dan proses. Tapi di akhir proses yang panjang itu, saya imani visi pemuridan ini akan menjadi sesuatu yang bisa mengubah dunia. Saya percaya sepenuh hati bahwa visi ini datang dari Tuhan. Ia yang mengutus, Ia juga yang akan memperlengkapi utusan-utusan-Nya.
Dalam edisi-edisi PISTOS yang akan datang kita akan melihat aspek-aspek dari visi kita dan apa yang kita bisa lakukan seiring dengan visi itu. Namun sebagai pembukaan saya mengajak setiap dari kita untuk melihat visi yang kita kerjakan sebagai sesuatu yang akan terus relevan dan worth untuk dikerjakan. Saya mengajak kita sekalian untuk bergerak bersama-sama mengerjakan visi ini sebagai satu keluarga di dalam Kristus, dan FESIM secara khusus.
Mungkin kita tidak mengerti apa visi itu pada saat kita pertama kali mendengarnya. Tidak apa, karena memang itu sebuah proses dan akan terlihat perlahan-lahan. Mungkin kita saat ini belum mengerti pentingnya visi itu. Tidak apa-apa juga, karena saya percaya, eventually it will make sense. Why? Well, I have been there. Remember the story in the beginning of this write up? That’s me.
Saya ingin mengajak kita semua untuk menangkap visi itu, dan mulai mengerjakannya. Dalam hal kecil, dengan setia. Di balik itu Allah mengerjakan hal yang luar biasa. Just like how He used bee hoon and fishcake to bring big changes to a nominal Christian boy’s life.
*This article was written for FESIM's PISTOS, January 2011.