Sebelas

~Sebelas~

Be Reminded

Tak terasa satu tahun sudah berlalu sejak saya menuliskan artikel untuk ISCF tentang eksistensinya didasawarsa pertama. Satu hari sebelum ulang tahun ISCF saat itu saya mengajak kita semua untuk mengingat kembali kebaikan Tuhan dan penyertaan-Nya selama sepuluh tahun NTU-ISCF melayani mahasiswa. Seiring ucapan syukur yang dinaikkan juga terdapat panggilan untuk memikirkan ulang dan mempertajam pelayanan yang ada, menyesuaikannya dengan konteks kampus saat ini, dan memantapkan kembali panggilan untuk bersaksi di tengah-tengah dinamika kampus yang tidak pernah terhenti (http://kristokuntadi.blogspot.com/2008/09/sepuluh.html).

Tak terasa satu tahun sudah berlalu, dan sebelas sudah menyongsong. Saya yang dulu dididik sebagai murid di dalam pelayanan inipun sekarang merefleksikan angka sebelas ini sebagai seorang pekerja kantoran. Satu hal yang terus terpikir: Visi ini tetap relevan.

Visi yang terus berkobar



Menumbuhkembangkan pemimpin-pemimpin yang serupa dengan Kristus yang berperan strategis di tengah kampus, gereja, masyarakat, bangsa dan dunia bagi kemuliaan Allah.

Saya berharap kalimat ini terus tertanam didalam hati dan pikiran teman-teman didalam NTU-ISCF, apapun kapasitas teman-teman dalam pelayanan ini, baik itu exco, pengurus maupun anggota. Tidak hanya anggota saat ini saja, namun juga staf, staf pendamping, narasumber, pktb dan alumni – inilah visi ISCF, this is the reason why ISCF is here in Singapore.

Masa kuliah sekarang ini umumnya merupakan suatu masa penjajakan yang krusial bagi kehidupan seseorang. Disini pola pikir dibentuk, idealisme ditanamkan, cita-cita dirumuskan dan kemampuan dipertajam. Disinilah seseorang mencicipi setetes kepahitan dunia. Disinilah pemikiran bertemu, worldview berbenturan, karakter bersinggungan dan emosi berbaur dengan ambisi. Saat inilah seseorang belajar baik secara akademis ataupun non-akademis. Mereka ingin dibentuk dan kuriositas mereka masih bertumpuk. Di titik inilah bahan mentah berubah menjadi produk jadi yang akan dilepas ke dalam dunia untuk panggilan masing-masing. Inilah alasan dibelakang kestrategisan pelayanan mahasiswa.

Tuhan memanggil kita untuk mewartakan injilnya kepada semua bangsa (Mat 28:19-20). Panggilan ini bukanlah semata-mata perintah untuk melakukan penginjilan verbal, namun juga memberikan pembaharuan sosial pada dunia, menjadi garam yang menghambat pembusukan dunia dan menjadi terang yang mengusir kegelapan sosial (Mat 5:13-16). Inilah panggilan murid-murid Kristus yang terlingkupi oleh perintah Allah kepada manusia untuk menaklukkan bumi (Kej 1:28). Panggilan ini mewujudkan satu frase yang muncul dalam doa yang Tuhan Yesus ajarkan: Datanglah Kerajaan-Mu. Kerajaan Allah di dunia menjadi nyata saat semua hal ditundukkan dibawah Kristus dan kasih-Nya.

ISCF memiliki 3 inti pelayanan di kampus: Penginjilan, Pemuridan, dan Misi (Evangelism, Discipleship, Mission). Mewartakan Injil keselamatan kepada sesama mahasiswa, mendidik mereka dalam Firman Tuhan dan mengokohkan iman mereka untuk menjadi impact terhadap dunia secara menyeluruh sebagai perwujudan misi Allah. Ketiganya menjadi core business kita, menjadi panggilan seluruh anggota ISCF. Teman-teman, INILAH PANGGILAN YAND DIBERIKAN UNTUKMU. Sudahkah engkau menyadari panggilan itu dan menjawabnya?

Dunia ini menjerit kesakitan ditengah kehausan akan kebenaran dan pengampunan dari Tuhan. Dimanakah orang Kristen saat dunia membutuhkannya? Dunia membutuhkan manusia yang takut akan Allah untuk menghambat pembusukannya. ISCF menjadi tempat dimana manusia-manusia itu dibentuk dan disiapkan, dengan mahasiswa Indonesia yang menjadi fokus utama kita. Karena itulah ISCF ada. Karena itulah visi kita terus berkobar.

Kuserahkan untuk Tuhan



Meskipun demikian, untuk mencapai hal-hal itu bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Perlu kita ingat selalu bahwa kita manusia sudah jatuh ke dalam dosa dan sudah meleset dari tujuan mula-mula yang ditetapkan Allah (a tragic flaw, hamartia). Kepala kita mungkin mengerti apa yang harus kita lakukan, namun tangan dan kaki kita tidak (dan lebih sering lagi kita dapati mulut kita berbicara tentang hal yang harus kita lakukan tapi hati kita tidak menyetujuinya). Karena itulah Tuhan Yesus memperingatkan kita akan hal ini “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh kedalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Mat 26:41).

Bukan berarti kita tidak berusaha, bukan berarti kita tidak melakukan perintah-Nya. Manusia sudah jatuh kedalam dosa memang tidak mungkin memenuhi tujuan Allah, tapi Dia sudah memampukan kita lewat pengorbanan anak-Nya di kayu salib, dan Roh Kudus sudah diturunkan atas kita untuk menuntun kita dalam hidup kita. Saat kita dimuridkan Roh Kudus berbicara pada kita. Saat kita bermisi Roh Kudus yang menguatkan kita. Saat kita bersaksi Roh Kudus yang berbicara lewat mulut kita.

Karena itulah Paulus bisa mengatakan hal ini: “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Gal 2:20). Tidak ada alasan lagi untuk menghindar. Kasih itu telah kita terima. Perintah itu telah nyata kita dengar. Roh Kudus sudah diturunkan atas kita. Hanya satu hal yang masih perlu dilakukan manusia: MENJALANKANNYA.

Tapi apakah kita menjalankannya? Kita sudah mempunyai ekspektasi tersendiri tentang hidup kita di tingkat mahasiswa. Kita ingin menikmati masa muda kita, bersenang-senang dengan teman-teman, hidup bebas tanpa harus mengikuti aturan-aturan orang tua (dan kebanyakan dari orang tua kita ada di Indonesia), mencari pasangan hidup, berpacaran sesuai keinginan hati kita, tenggelam dalam studi tanpa memperhatikan sekeliling kita – mengikuti keinginan hati kita, lupa mengkonsultasikan dan mengecek ulang itu semua dengan kehendak Bapa.

Tidak jarang kita sadari bahwa keinginan-keinginan itu, kenikmatan-kenikmatan itu harus kita korbankan kalau kita mau mengikuti perintah Tuhan. Berapa banyak waktu bermain game yang harus kita relakan demi menyiapkan bahan KTB? Seberapa sering kita merasa ‘terpaksa’ untuk tidak mengunduh (baca: download) film-film bajakan meskipun mempunyai internet 100 Mbps? Menyedihkan sekali karena seringkali meskipun kita tahu bahwa keinginan kita tidak sejalan dengan perintah Allah, kita memilih untuk mengkompromikan Firman-Nya.

Berapa banyak standar Tuhan yang kita kompromikan pada saat kita merasa bahwa itu tidak sesuai dengan keinginan kita? Seberapa sering kita menghindar dari tanggung jawab kita dengan bilang bahwa “ah itu ngga kontekstual buat hidup kita di sini.. ngga usah dilakukan gapapa kok..” atau “wah kalo gua sih ngga cocok ya ngelakuin yang kaya gitu.. terlalu ekstrim ah..”?

Well, Excuse me? Since when did we become the one who set the standard? Sejak kapan kita yang menjadi lembaga sensor buat Firman Tuhan, menentukan mana yang kita jalankan mana yang tidak? Bukankah Firman Tuhan yang seharusnya menjadi lembaga sensor buat kehidupan kita? Sejak kapan perintah Tuhan itu bisa ditawar? Betul bahwa kita bisa membaca “TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia.” (Mazmur 103:8), tapi kesabaran Tuhan itu tidak diberikan supaya manusia ngeles – ingat bahwa Tuhan Yesus menghardik iblis “Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (Mat 4:7). Ingat bahwa inilah standar yang Tuhan inginkan buat kita: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Mat 5:48)

Friends, it is time for us to wake up and start moving. Mulailah dengan merefleksikan Firman Tuhan di kehidupan teman-teman, siapakah teman-teman sebenarnya dihadapan Firman Tuhan saat ini. Mohonlah ampunan untuk setiap Firman yang kita korupsi dan berdoalah kepada Roh Kudus untuk memimpin teman-teman. Dietrich Bonhoeffer menulis dalam buku “The Cost of Discipleship” satu hal yang sebenarnya Tuhan cari dalam kehidupan kita: Simple Obedience.

Memang jalan itu sempit dan tidak mudah. Memang kita harus menyangkali diri kita dan membuang segala hak dan mimpi kita dibawah salib-Nya. Tapi Tuhan sendiri sudah memberi teladan kepada kita lewat kerelaan-Nya untuk menjadi manusia, miskin, ditolak oleh umat-Nya, dianiaya dan disalib. Sekarang giliran kita untuk setia. Saya ingin mengutip kata-kata Bonhoeffer sekali lagi yang saya rasa sangat tepat dalam hal ini: “When Christ calls a man, He bids him COME AND DIE.”

Menyongsong Sebelas


Saya sudah berbicara terlalu panjang, dan mungkin menyakiti hati teman-teman dalam prosesnya. Tapi inilah yang harus kita sadari untuk bisa benar-benar menghayati visi pelayanan ini, untuk bisa menjalankan visi itu dengan sepenuh hati dan untuk mengerti panggilan Tuhan dalam kehidupan teman-teman sebagai mahasiswa. It does not apply only to students, but to anyone who dares to call him/herself a Christian.

Inilah saatnya untuk bangun dan mulai bekerja jika teman-teman belum melakukannya. Inilah saatnya untuk menggenapi panggilan Allah dalam hidup teman-teman. Jadilah generasi yang mengerti arti dari membayar harga, berkorban dan menyangkali diri demi memenuhi visi dan panggilan Allah. Ijinkan saya menutup dengan mengutip lagu ini:

Masa mudaku ini kuserahkan buat Tuhan

Untuk melayaniMu sampai akhir hidupku

Oh, Tuhan hamba lemah, b’ri kuat kuasa firmanMu

Untuk menjadi pekerjaMu

Selamat ulang tahun ISCF. Semoga eksistensimu benar-benar menjadi garam dan terang bagi kampus NTU, dan eventually, dunia. Soli Deo Gloria.

0 comments:

Forewords

There was a time when I lost my desire to write and to share. There was a time when I didn't see the point of doing a blog to express my thought. I am who I am though, inconsistent as I am in doing this blog, but I do want to share and I do long to write. Today I'm giving it another go. Fingers crossed. But I still wish that "Let there be light" is the message that I convey.
  • January 1st 2012, Kristo