Ester 1:1-22 – God’s calling

A point pondered on the daily experience with God:
Ester 1:1-22 – God’s calling

Ahasyweros (Xerxes di versi NIV, Greek translation of the Persian name Khshayarshan, son of Darius. Pernah nonton film 300 kan? ya itu.. yang pake gelang dan tindik seabreg-abreg.. see the photo..) adalah seorang raja yang merajai seratus dua puluh tujuh daerah mulai dari India sampai ke Etiopia (ay.1). That should be a considerable size for a kingdom (Indonesia aja 34 propinsi.. klo ngga salah ya.. haha..). Dia sedang mengadakan pesta besar, menunjukkan kemuliaan kerajaannya dan mengadakan perjamuan bagi seluruh rakyatnya dari orang besar sampai orang kecil di benteng Susan. Ratunya, Wasti (Queen Vashti – NIV) juga mengadaka pesta yang sama bagi semua perempuan di istana Ahasyweros.

Pada hari terakhir pesta, sang raja memerintahkan ratu untuk datang dan menghadap kepada raja, supaya dia bisa menunjukkan betapa cantiknya ratunya tersebut. However, surprisingly the queen refused to come, under an unknown reason (ay. 12). Sang raja marah. Dia memanggil ketujuh advisor tertingginya (yang dikatakan orang tertinggi di kerajaannya dan yang boleh memandang wajah raja – ay. 14, showing how angered he is) untuk menghadapi kejadian ini.

Penasihat-penasihat (or rather, one of his advisors) itu memberikan sarannya, mengatakan bahwa raja sebaiknya menurunkan ratu dari tahtanya, supaya perempuan tidak meniru sang ratu dan membelot terhadap suaminya, dan memberikan posisi ratu kepada orang yang lebih pantas (ay.15-20) dan memberitakannya kepada seluruh daerah.

Dan raja melakukan itu (ay. 21-22)

It’s not a strange decision actually. For a king at that time, surely that piece of advice was a very good advice, to show how sovereign he is over his kingdom. If a king who can’t even take care of his own family, why can he take care of his country?

Tapi saya melihat cerita ini dari satu sisi yang berbeda saat saya merenungkan bacaan ini.

Ahasyweros adalah seorang raja yang besar. Tuhan kita jauh lebih besar dan mulia.

Anak-anak Allah sering di katakan sebagai pengantin wanita, well.. the analogy seems fit enough to me..

Ahasyweros memanggil ratunya untuk menunjukkan kemuliaan raja (lewat kecantikan ratu). Allah memanggil dan menciptakan kita untuk memancarkan kemuliaan-Nya!

When I think about it.. It just came unto my mind. You may call it a wild illustration if you wanted, but it is interesting enough that it made me wanted to write something about it.



Tuhan memanggil dan memilih kita menjadi anak-anak-Nya (Ef 1:5) untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya (Ef 2:10). Kita diperintahkan untuk menjadi garam dan terang dunia (Mat 5:13-16) dan menjalankan misi, yang terlihat lewat Amanat Agung-Nya (Mat 28:18-20). Tiap-tiap orang memiliki panggilan masing-masing, dan sangat menarik jika kita melihat jemaat mula-mula bukanlah orang-orang yang sangat outstanding, tetapi orang-orang biasa yang dipimpin oleh Roh Kudus, untuk mengerjakan bagian mereka.

Kita mempunyai panggilan kita masing-masing, meskipun kita terkadang belum bisa melihat itu. Kita terus struggle dalam menemukan visi hidup kita (apalagi pasangan hidup =P.. becanda.. BTT..) dan kita bingung, lalu bertanya: “Tuhan, sebenarnya kemanakah Engkau menghendaki aku pergi?”. Tapi satu hal yang jelas adalah, panggilan itu selalu tidak pernah lari dari Amanat Agung-Nya, untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya.

Buat yang sudah menemukan panggilan tersebut: Sudahkah kita taat akan panggilan Allah? Apakah yang saya lakukan itu menjalankan Amanat Agung-Nya? Sudahkah saya terus mempertajam visi itu dan mengerjarnya dengan mati-matian?

Buat yang belum: Panggilan apa yang Tuhan berikan kepada saya? Bidang apa yang saya pikirkan Tuhan memanggil saya? Apakah Tuhan benar-benar memanggil saya kesana? Visi Tuhan, ataukah ambisi pribadi? Apa hubungannya dengan Amanat Agung-Nya?

Satu hal yang saya tahu, Tuhan punya rencana untuk kita semua, meskipun rencana itu bukan rencana yang kita sukai. Tapi kita percaya, apapun yang terjadi, Tuhan itu baik. Dia menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya (Pkh 3:11). Maka satu-satunya jawaban yang harusnya kita berikan kepada Dia saat Dia memanggil kita adalah : Ya!

Pekerjaan Tuhan tidak pernah tergantung kepada kita. Dia memang memanggil kita untuk melayani-Nya, tapi sekalipun kita gagal atau tidak melihat itu, pekerjaan dan kehendakNya tetap tercapai. Masalahnya adalah, apakah kita cukup peka dan mematuhiNya?

Jangan sampai kita mendapati bahwa kita ternyata menolak panggilan Allah. Seperti ratu Wasti, stripped of from her royal position, and having her queen position given to other people that is better than her, and willing to accept the call.


Soli Deo Gloria
~Kr!StO~

0 comments:

Forewords

There was a time when I lost my desire to write and to share. There was a time when I didn't see the point of doing a blog to express my thought. I am who I am though, inconsistent as I am in doing this blog, but I do want to share and I do long to write. Today I'm giving it another go. Fingers crossed. But I still wish that "Let there be light" is the message that I convey.
  • January 1st 2012, Kristo